BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kesehatan mental merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan oleh
individu karena hal ini akan mempengaruhi individu tersebut dalam mencapai
kesuksesan dan kebahagiaan hidupnya. Orang yang sehat mentalnya menampilkan
perilaku atau respon-responnya terhadap situasi dalam memenuhi kebutuhannya,
memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan atau orang lain (Syamsu Yusuf,
2009).
Kesehatan mental erat hubungannya
dengan tekanan-tekanan batin, konflik-konflik pribadi, dan kompleks-kompleks
terdesak yang terdapat pada manusia. Tekanan-tekanan batin dan konflik-konflik
itu sangat sering mengganggu ketenangan hidup seseorang dan seringkali menjadi
pusat pengganggu bagi ketenangan hidup. Pribadi yang terintegrasi dengan baik
akan dapat dengan mudah mengatasi macam-macam ketegangan dan konflik-konflik
batin secara spontan dan otomatis dengan mengatur urutan pemecahannya menurut
prioritas dan hirarkinya.
Namun berbeda dengan
pribadi-pribadi yang terintegrasi dengan baik, orang-orang penderita neurosis
depresif yang termasuk ke dalam salah satu jenis psikoneurosis akan tidak
bersemangat, cepat putus asa dan cendrung menyalahkan diri sendiri dalam
menghadapi masalah. Oleh karena itu tentunya diperlukan usaha untuk mengatasi
hal tersebut agar tidak berlarut-larut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan preventif guna mencegah timbulnya
neurosis depresif.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan penjabaran yang ada
pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam makalah ini
sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan psikoneurosis?
2. Apa
saja jenis-jenis psikoneurosis?
3. Bagaimana
konsep neurosis depresif?
4. Bagaimana
pencegahan neurosis depresif?
C.
Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dari pembuatan makalah tentang Neurosis Depresif dan
Pencegahannya adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui
dan memahami psikoneurosis
2. Mengetahui
dan memahami jenis-jenis psikoneurosis
3. Memahami
dan mengetahui konsep neurosis depresif
4. Memahami
dan mengetahui upaya apa saja yang dapat dilakukan dalam pencegahan neurosis
depresif
BAB II
KONSEP DASAR PSIKONEUROSIS
A.
Pengertian
Psikoneurosis
Psikoneurosis
yang biasa disingkat dengan Neurosis, adalah bentuk kekacauan/ gangguan mental
yang lunak atau tidak berbahaya. Neurosis merupakan
gangguan yang terjadi hanya pada sebagian kepribadian. Karena gangguan hanya
pada sebagian kepribadian, maka yang bersangkutan masih bisa melakukan
pekerjaan/aktivitas sehari-hari. Dali Gulo (1982 : 179), berpendapat bahwa
neurosis adalah suatu kelainan mental, hanya memberi pengaruh pada sebagaian
kepribadian, lebih ringan dari psikosis, dan seringkali ditandai dengan :
keadaan cemas yang kronis, gangguan-gangguan pada indera dan motorik, hambatan
emosi, kurang perhatian terhadap lingkungan, dan kurang memiliki energi fisik.
Sejalan dengan pendapat diatas, menurut
Kartini Kartono (1989) neurosis ditandai oleh :
1.
Penglihatan
diri yang tidak lengkap terhadap kesulitan pribadi
2.
Memendam banyak konflik
3.
Adanya reaksi-reaksi kecemasan
4.
Melemah/ memburuknya atau kerusakan
parsial sebagian dari struktur kepribadian
5.
Sering dihinggapi (namun tidak selalu)
fobia, gangguan pencernaan, dan tingkah laku kompulsif
Jadi
psikoneurosis gangguan yang terjadi hanya pada sebagian dari kepribadian, sehingga
orang yang mengalaminya masih bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan biasa
sehari-hari atau masih bisa belajar, dan jarang memerlukan perawatan khusus di
rumah sakit.
B. Sebab-sebab
Timbulnya Psikoneurosis
Penyebab timbulnya neurosis ialah
adanya rasa kecemasan,rasa takut terhadap sebuah kegagalan yang ia lakukan
secara bertubi-tubi. Kemudian penderita melakukan tekanan-tekanan terhadap
emosi negatif yang dia terima akibat kesalahan yang ia perbuat, namun hal itu
semua tidak dapat dipastikan berjalan secara lancar. Neurosis ini bisa juga
disebabkan dorongan seksual yang tidak puas atau terhambat, sehingga semua
penyebab itu menimbulkan konflik batin, ketakutan serta adanya rasa kecemasan.
Sedangkan Kartini Kartono
(1989) berpendapat sebab-sebab dari
timbulnya psikoneurosis adalah:
1. Tekanan-tekanan
sosial yang berat dan tekanan kultural yang sangat kuat, yang menyebabkan
ketakutan-kecemasan dan ketegangan-ketegangan dalam batin sendiri yang kronis
dan berat, sehingga individu yang bersangkutan mengalami mental breakdown/
kepatahan mental.
2. Individu
mengalami banyak frustasi,
konflik-konflik emosional, dan konflik internal yang serius, yang sudah dimulai
sejak masa kanak-kanak.
3. Individu
pada umumnya menjadi tidak rasional sebab sering memakai defence mechanism yang
negatif dan lemahlah pertahanan diri secara fisik dan mental (badan, syaraf dan
jiwanya).
4. Pribadinya
sangat labil, tidak imbang, dan kemauannya sangat lemah.
Dari pernyataan diatas jelaslah
bahwasanya penyebab dari psikoneurosis adalah ketidakmampuan individu dalam
menghadapi masalah-masalah yang dialaminya disebabkan karena pribadi individu
tidak terintegrasi dengan baik.
C.
Jenis-jenis
Psikoneurosis
Kelainan jiwa
yang disebut neurosis ditandai dengan bermacam-macam gejala. Dan berdasarkan
gejala yang paling menonjol, sebutan atau nama untuk jenis neurosis diberikan.
Dengan demikian pada setiap jenis neurosis terdapat ciri-ciri dari jenis
neurosis yang lain, bahkan kadang-kadang ada pasien yang menunjukkan begitu
banyak gejala sehingga gangguan jiwa yang dideritanya sukar untuk dimasukkan
pada jenis neurosis tertentu (W.F. Maramis, 1980 : 258). Berdasarkan gejala yang ditimbulkan
dari psikoneurosis secara teoritis, gangguan ini dapat dibedakan atas beberapa
jenis sebagai berikut:
1.
Neurosis
depresif
Neurosis depresif merupakan neurosis
dengan gangguan utama pada perasaan.
2.
Neurasthenia
Neurasthenia sering juga disebut
penyakit payah. Neurasthenia adalah bentuk psikoneurosis yang ditandai oleh
adanya kondisi syaraf-syaraf yang sangat lemah, tanpa memiliki energi hidup,
selalu/terus-menerus merasa capek atau lelah yang sangat hebat sehingga
individu malas untuk berbuat sesuatu.
3.
Neurosis
fobik
Neurosis
fobik merupakan gangguan jiwa dengan gejala utamanya fobia yaitu rasa takut
yang hebat dan bersifat irasional terhadap suatu benda atau keadaan.
4.
Hysteria
Hysteria
merupakan satu kompleks neurosis, mengambil bentuk yang bervariasi. Biasanya
gangguannya ditandai oleh ketiakstabilan emosional, represi, dissosiasi, dan
sugestibilitas.
5.
Hipokondria
Hipokondria
adalah salah satu perhatian penuh kerisauaan hati yang dibesar-besarkan atau
dilebih-lebihkan pada kesehatan pribadi (Kartini Kartono, 1989) .
BAB
III
NEUROSIS
DEPRESIF
A. Pengertian Neurosis Depresif
B.
Masalah
Penyesuaian Diri Pada Remaja
Diantara persoalan
terpentingnya yang dihadapi remaja dalam kehidupan sehari-hari dan yang
menghambat penyesuaian diri yang sehat adalah hubungan remaja dengan orang
dewasa terutama orang tua. Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja
sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam
keluarga, sebagai contoh sikap orang tua yang menolak. Menurut Elida. P (2006:
83) orang tua yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan
kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman
tanpa alasan nyata. Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk
berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Sikap orang tua yang otoriter,
memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses
penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan
orang tua dan pada gilirannya ia kan cenderung otoriter terhadap teman-temannya
dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun dimasyarakat.
Dampak yang mungkin akan ditimbulkan oleh masalah ini adalah terjadinya krisis
identitas diri pada remaja. Ia akan menjadi sosok yang cenderung egois, keras
dan menarik diri dari lingkungan pergaulan. Dan yang paling parahnya lagi
remaja akan berusaha mencari identitas diri dengan melakukan hal-hal yang
merugikan diri sendiri, orang tua dan masyarakat sekitarnya
Permasalahan
penyesuaian diri remaja selanjutnya yaitu dalam kehidupan di sekolah.
Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja
mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun
sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri
dengan guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah
belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Permasalahan lain yang
timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan belajar yang baik. Bagi
siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami kesulitan dalam
membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan
untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstrakulikuler, dan
sebagainya. Sehingga dampak yang muncul seperti nilai yang tidak memuaskan,
perlakuan guru yang kurang kompromis membuat remaja menjadi malas dan kurang
termotivasi untuk menyesuaikan diri ke dalam belajar dan kegiatan lainnya di
dalam maupun di luar sekolah (Sunarto dan Hartono, 1994:188).
Adapula masaalah
yang timbul dari teman remaja yaitu seringnya mengalami perpindahan ketempat/
masyarakat baru, berarti kehilangan teman lama dan terpaksa mencari teman baru.
Banyak remaja yang mengalami kesulitan dalam mencari/ membentuk persahabatan
dengan hubungan social yang baru. Mungkin remaja berhasil baik dalam hubungan
di sekolah yang lama, ketika pindah keskolah yang baru ia menjadi tidak dikenal
dan tidak ada yang memperhatikan. Di sini remaja dituntut untuk dapat lebih
mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat yang baru, sehingga dia menjadi
bagian dari masyarakat yang baru itu.
BAB
IV
UPAYA
PENANGGULANGAN MASALAH
PENYESUAIAN
DIRI REMAJA
A.
Peranan
Keluarga
Kesiapan orang tua dalam
mendidik remaja dalam rumah tangga perlu menjadi perhatian, sebab sikap jiwa
orang tua berpengaruh dalam membantu remaja melalui proses penyesuaian dirinya.
Hubungan antara ibu dan bapak hendaknya senantiasa baik yang mana saling
pengertian, saling menghargai dan cinta mencintai dalam arti yang sesungguhnya.
Kasih sayang yang selalu nampak dari orang tua dalam mendidik remaja akan membuat remaja merasa aman tentram dan damai. Kondisi yang diciptakan itu apabila terpelihara akan membuat remaja yang tumbuh dewasa akan mempunyai perilaku yang baik untuk seterusnya.
remaja yang tumbuh dan berkembang dalam kasih sayang yang cukup dari orang tuanya kelak akan menjadi manusia dewasa yang berbudi pekerti yang baik pula.
Kasih sayang yang selalu nampak dari orang tua dalam mendidik remaja akan membuat remaja merasa aman tentram dan damai. Kondisi yang diciptakan itu apabila terpelihara akan membuat remaja yang tumbuh dewasa akan mempunyai perilaku yang baik untuk seterusnya.
remaja yang tumbuh dan berkembang dalam kasih sayang yang cukup dari orang tuanya kelak akan menjadi manusia dewasa yang berbudi pekerti yang baik pula.
B.
Peranan
Pendidikan
Remaja
dalam masa pertumbuhannya disamping mendapatkan kasih sayang yang cukup
hendaknya selalu diingatkan melalui peraturan-peraturan yang harus dipatuhi
agar tingkah laku mereka selalu terkontrol. Sekolah dan keluarga sangat
berperan dalam mengarahkan para remaja agar terhindar dari perilaku-perilaku
yang iseng, karena justru melalui perbuatan yang iseng itu para remaja akan
terbiasa untuk berbuat iseng yang akhirnya timbul menjadi kenakalan-kenakalan
itu kalau sampai berlarut-larut dilakukan akan menjadi masalah yang merugikan
baik pada diri remaja itu sendiri maupun terhadap lingkungan. Melalui
pendidikan di sekolah dan adanya kerjasama antara orang tua dan sekolah
diharapkan dapat membantu pencegahan masalah-masalah yang timbul, baik
masalah-masalah psikologis maupun masalah-masalah kenakalan.
Masalah atau gangguan
psikologis yang sering dialami oleh para remaja timbul karena kurangnya kasih
sayang dan perhatian dari orang tua pada masa pertumbuhan dan perkembangan
anak, juga dimungkinkan karena orang tua terlalu memberikan proteksi/
perlingungan yang berlebihan dalam membimbing anak.
Hal ini terlihat dari sikap-sikap para
remaja yang mengalami masalah gangguan psikologis, yaitu antara lain : rasa
kuatir yang tidak beralasan, rasa takut yang berlebihan, minder/rendah diri,
mudah marah, susah bergaul, pemalu, selalu ragu-ragu dalam bertinsdak, kurang
percaya diri, sulit menyesuaikan diri dalam pergaulan, murung, merasa bersalah
dan sebagainya.
Lingkungan sekolah mempunyai
pengaruh yang besar terhadap petkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban
fungsi pengajaran juga fungsi-fungsi pendidikan (transformasi norma). Dalam
kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh
dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak
didik mengalami masalah. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar
proeses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah:
1. Menciptakan situasi sekolah yang dapat
menimbulkan rasa “ betah” (at home) bagi anak-anak didik , baik secara social,
fisik maupun akademis.
2. Menciptakan suasana belajar mengajar
yang menyenangkan bagi anak.
3. Usaha memahami anak didik secara
menyeluruh, baik prestasi belajar, social, maupun seluruh aspek pribadinya.
4. Menggunakan metode dan alat
mentgajar yang menimbulkan gairah belajar.
5. Menggunakan prosedur evaluasi yang
dapat memperbesar motivasi belajar.
6. Ruang kelas yang memenuhi
syarat-syrat kesehatan.
7. Peraturan / tata tertib yamg jelas
dan dapat dipahami oleh siswa.
8. Teladan dari para guru dalam segi
pendidikan.
9. Pelaksanaan program bimbingan dan konseling
yang sebaik-baiknya.
10. Situasi kepemimpinan yang penuh
saling pengertian dan tanggung jawab baik pada murid maupun pada guru.
11. Hubungan yang baik dan penuh
pengertian antara sekolah dengan orang tua siswa dan masyarakat.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyesuaian diri (Adjustment) merupakan suatu bentuk
proses yang melibatkan respon mental dan perbuatan dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan mengatasi ketegangan serta mampu menciptakan hubungan
yang harmonis antara kebutuhan diri dengan norma atau tuntutan lingkungan
dimana dia hidup.
Penyesuaian diri remaja pada
dasarnya merupakan suatu bentuk tugas perkembangan yang harus dicapai oleh
seorang individu yang memasuki usia remaja. Pada penyesuaian diri ini remaja
yang sukses mampu mengenal, memahami dan menerima lingkungannya serta bisa
bersikap dan bertindak sesuai dengan nilai dan norma di tempat ia berada.
Pada diri remaja adakalanya
mengalami ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri (maladjustment). Mereka yang mengalami hal tersebut akan merasakan
ketidak mampuan dalam menerima lingkungan, kurang mampu menyesuaiakan diri
dengan teman sebaya dan mengalami masalah dalam proses belajar di sekolah.
Ketidak mampuan remaja dalam menyesuaikan diri jika terus dibiarkan akan
menimbulkan masalah pada diri remaja itu sendiri dan juga orang di sekitarnya.
Peran keluarga
dan pendidikan sangatlah besar dalam membantu remaja dalam melakukan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Peran orang tua dan pendidikan bukan hanya
menanggulangi dampak dari ketidak mampuan remaja dalam menyesuaikan diri tetapi
juga sebagai pencegah munculnya masalah remaja dalam melakukan penyesuaian
diri.
B.
Saran
Sebagai seorang
calaon konselor atau guru pembimbing di sekolah, sudah selayaknya kita
membekali diri dengan pengetahuan dan wawasan yang luas mengenai teori
penyesuaian diri dan bagaiman pengaruhnya terhadap mental para remaja yang
tentunya akan sangat mungkin kita temui nantinya. Sehingga pada akhirnya dapat
membantu remaja mengentaskan masalahnya terkait dengan hal penyesuaian dirinya
di tengah lingkungan tempat ia tumbuh dan berkembang.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Elida
Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan Remaja. Padang: Angkasa Raya.
Haryadi, dkk. 1995. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hurlock, E. B.
1992. Psikologi Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
kehidupan. Jakarta : Erlangga.
Kartini
Kartono. 1989. Hygiene Mental dan Kesehatan mental dalam Islam. Bandung:
Mandar Maju.
Lazarus, R. S.
1969. Patterns of Adjustment and Human Effectiveness. New York: Mc
Graw Hill, Book Company.
Sarwono, Sarlito. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta : UMM
Persada.
Syamsu Yusuf LN. 2006. Mental
Hygine. Jakarta. Maestro.
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental (Konsep, cakupan dan
perkembangannya). Yogyakarta:
Andi.
Sunarto dan Hartono. 1994. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rhineka Cipta.
www.wikipediaencyclopedia.com
Zakiah Darajat. 1986. Kesehatan
Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar